Sejalan dengan perkembangan penilaian kinerja organisasi, konsep Scorecard (ukuran kinerja) model lama mulai ditinggalkan karena dianggap hanya mengejar tujuan kemampulabaan (profitability) jangka pendek semata. Pimpinan organisasi yang hanya menuntut karyawannya untuk mengoptimalkan laba yang optimal biasanya menerapkan scorecard yang hanya berdimensi profitabilitas. Elemen yang diukur dalam hal ini biasanya Sales, Cash Flow, Capital Expenditure, Costs, Assets, Debt dan Liabilities (Kuseini, 1997). Ukuran tersebut secara organisatoris mengikuti paradigma rational goal model yang mudah terukur secara kuantitatif. Aspek eksternal organisasi kurang diperhatikan seperti tingkat kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, employee retention sehingga organisasi yang berorientasi pada profit tidak dijamin kelanggengannya. Muncul pemikiran baru yang dipelopori oleh Kaplan dan Norton (1996) untuk memperkenalkan konsep Balance Socrecard sebagai measurement system yang mencoba menyeimbangkan alat ukur lama yang hanya berdimensi pada profitabilitas dengan dimensi baru seperti aspek kualitas yang memiliki elemen penyeimbangnya. Dengan scorecard yang dibalanced ini diharapkan dapat mengintegrasikan energi kemampuan dan pengetahuan organisasi yang spesifikdari organisasi agar dapat mencapai tujuan stratejik jangka panjang. Kata balance disini bertujuan untuk menekankan adanya penyeimbangan antara beberapa faktor dalam pengukuran yang dilakukan (Hermawan, 1996) yaitu: (1) keseimbangan antara pengukuran eksternal untuk pemegang saham dan pelanggan dengan pengukuran internal dari proses bisnis internal, motivasi dan proses belajar serta pertumbuhan, (2) keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang, dan (3) keseimbangan antara unsur objektivitas, yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur subjektivitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan.
Kaplan dan Norton (1996) menggaris bawahi tentang perlunya pengukuran bisnis dengan menggunakan balanced scorecard yaitu untuk mencapai kebutuhan perubahan konsumen maka bisnis itu harus: (1) memberikan lebih banyak informasi tentang rencana, peluang, risiko, dan ketidakpastian, (2) lebih fokus pada faktor yang menciptakan nilai jangka panjang termasuk ukuran non finansial yang menunjukkan bagaimana proses bisnis utama berjalan, dan (3) lebih baik menyelaraskan informasi yang dilaporkan secara eksternal dengan informasi yang dilaporkan secara internal kepada manajemen senior untuk mengelola bisnis.
Merujuk pada pentingnya balanced scorecard maka pada tataran konsep dan implementasi, balanced scorecard dinilai memiliki keistimewaan dibandingkan dengan pengukuran kinerja sebelumnya yaitu (Kaplan dan Norton, 1996; Lingle & Schiemann, 1996; Hermawan, 1996): (1) balanced scorecard hadir untuk menunjang kebutuhan penilaian kinerja yang komprehensif dan berimbang, (2) pada penilaian kinerja berdasarkan pendekatan balanced scorecard, data laporan keuangan tetap dipertahankan dalam pengukuran kinerja. Tetapi untuk memenuhi kebutuhan perkembangan di masa mendatang organisasi perlu melakukan investasi pada pelanggan, pemasok, karyawan, proses, teknologi dan inovasi sehingga informasi yang diberikan oleh data keuangan tersebut yang hanya merupakan data masa lalu dirasakan tidak mencukupi, (3) balanced scorecard memberikan tambahan dengan memberikan pengukuran terhadap faktor pemicu kinerja masa mendatang, (4) balanced scorecard menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non-keuangan harus merupakan bagian sistem informasi bagi seluruh pegawai dari semua tingkatan dalam organisasi, (5) tujuan dan pengukuran dalam balanced scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran keuangan dan non-keuangan yang ada melainkan merupakan hasil dari proses “atas ke bawah” (top-down) berdasarkan visi dan strategi dari unit usaha, (6) penggunaan Balanced scorecard memiliki nilai inovatif yaitu sistem dan mekanismenya memungkinkan terjadinya proses belajar strategik. Melalui penerapan Balanced Scorecard memungkinkan organisasi melakukan proses belajar dalam tingkatan eksekutif, (7) dengan Balanced Scorecard, manajemen organisasi dapat memonitor dan menyesuaikan implementasi dari strategi yang ditetapkan. Apabila diperlukan dapat membuat perubahan fundamental dalam strategi itu sendiri, (8) balanced scorecard bukan hanya merupakan sistem pengukuran kinerja yang bersifat operasional atau taktikal tetapi organisasi yang inovatif menggunakannya sebagai sistem manajemen strategik yaitu untuk mengelola strateginya dalam jangka panjang, dan (9) tujuan balanced scorecard dijabarkan dari visi dan strategi organisasi sehingga memungkinkan fleksibilitas.
Balanced Scorecard yang disusun dengan baik haruslah mencerminkan hubungan sebab-akibat yang diperoleh dari strategi yang ditetapkan yang mencakup estimasi dari waktu, respons dan besarnya hubungan antar pengukuran dalam balanced scorecard. Saat organisasi telah melakukan perbaikan dalam faktor pemicu kinerja, namun gagal mencapai hasil yang diinginkan maka hal ini memberikan indikasi bahwa teori yang mendasari strategi yang ditetapkan mungkin tidak tepat sehingga perlu strategi baru dengan mempelajari hubungan antara pengukuran strategik dalam balanced scorecard. Balanced scorecard bukanlah merupakan sistem pengendalian semata-mata tetapi lebih merupakan sistem komunikasi, informasi dan pembelajaran bagi organisasi (Ernawan, 2011)..
Oleh:
Nicholas Simarmata
PUSTAKA
Ernawan, E.R. (2011). Organizational culture: Budaya organisasi dalam perspektif ekonomi dan bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Hermawan. A. (1996). Balanced Scorecard sebagai sarana akuntansi manajemen strategic. Makalah prakonvensi nasional akuntansi ke-3 pendidikan profesi berkelanjutan (PPL), IAI, Semarang.
Kaplan, R.S. & Norton, D.P. (1996). Translating Strategy into Action the Balance Scorecard. Boston: Harvard Business School.
Kuseini, M. (1997). Balanced Scorecard: Penyeimbangan Pengukuran Kinerja Organisasi. Usahawan. No. 06 Th. XXVI. Juni, Jakarta.
Lingle, J.H. & Schiemann, W.A. (1996). From Balance Scorecard to Strategic Gauges: Is Measurement Worth It? Management Review. Volume 85. Nomor 3.