PERUBAHAN ORGANISASI

Ketika kebutuhan hidup manusia mulai meningkat, pemikiran penyedia jasa dari berbagai jenis kebutuhan menjadi berubah dari sekadar untuk memproduksi menjadi bagaimana menciptakan sistem pelayanan yang prima. Pada saat itu pula berkembang temuan dalam bidang ilmu, pengetahuan, dan teknologi secara terus-menerus dan saling berkaitan. Dampaknya, kehidupan menjadi semakin kompleks yang menyebabkan perubahan pada berbagai aspek secara berkesinambungan dan menyebar ke seluruh penjuru dunia—globalisasi (Poerwanto, 2008).

Organisasi, baik pelayanan publik maupun bisnis, menghadapi tuntutan untuk selalu aktif beradaptasi dengan berbagai perubahan atau bahkan menciptakan perubahan. Ekonomi global menciptakan lebih banyak risiko sekaligus peluang bagi setiap orang. Mendorong organisasi untuk membuat kemajuan dramatis tidak hanya dari segi kemampuan bersaing dan kepemilikan aset, tetapi juga semata-mata untuk tetap bertahan. Globalisasi digerakkan oleh seperangkat kekuatan yang dahsyat dan luas yang berkaitan dengan perubahan teknologi, integrasi ekonomi internasional, kedewasaan pasar domestik di negara yang lebih maju, dan runtuhnya komunisme diseluruh dunia (Kotter, 1996)

Pada realitas kehidupan, perubahan saling terkait—merupakan sebuah proses. Sebagai proses maka perubahan tidak selalu harus sama karena setiap organisasi memiliki kemampuan dan permasalahan yang berbeda. Proses perubahan di setiap organisasi perlu dirancang sesuai dengan tujuan, baik jangka panjang, menegah maupun pendek, dan melalui berbagai tahapan (Poerwanto, 2008).

Perubahan organisasi adalah adaptasi terhadap beberapa aspek keorganisasian sebagai reaksi dari kondisi lingkungan baik internal. Perubahan organisasi dapat dilakukan melalui dua cara: drastis dan evolusi. Pada masa lalu, perubahan terjadi secara tidak tetap dan sering didasarkan pada kehendak manajemen puncak karena beberapa hal seperti munculnya inovasi teknologi secara besar-besaran atau akibat dari sumber daya yang dimiliki dalam menghadapi tuntutan pokok organisasi yaitu efisiensi dan efektifitas. Kondisi tersebut dapat menyebabkan perubahan yang mendadak dan sering menjadi hambatan bagi kinerja organisasi (Meyerson, 2001).

Perubahan organisasi dapat dilakukan pada dua aspek yaitu aspek fisik yang mencakup teknologi, aspek tata ruang maupun perlengkapan, dan aspek non fisik yang mencakup kemampuan sumber daya manusia, struktur, ide, visi, dan misi serta tujuan organisasi. Di banyak kasus, perubahan harus dilakukan secara bersamaan terhadap berbagai aspek. Perubahan pada teknologi akan berkaitan dengan perubahan kemampuan sumber daya manusia dan juga terhadap visi, misi atau tujuan. Dalam kehidupan yang sangat kompleks, organisasi secara terus menerus akan beradaptasi dengan kondisi baru jika ingin bertahan dan sehat. Organisasi dituntut untuk belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya—organisasi pembelajaran. Organisasi pembelajaran adalah aktivitas organisasi yang melakukan pembelajaran dan perubahan secara berkelanjutan untuk menciptakan dinamika pertumbuhan dalam jangka panjang (Poerwanto, 2008).

Organisasi pembelajaran melibatkan semua orang dalam pemecahan masalah dan perbaikan berkesinambungan. Sistem dalam organisasi berinteraksi membangun pembelajaran, menciptakan jaringan dimana tiap elemen saling memberikan masukan satu sama lain ke arah perubahan. Manajemen atau tokoh puncak organisasi menyediakan visi bagi pembentukan strategi baru dan memfasilitasi pemberdayaan karyawan dan pertukaran informasi secara terbuka. Pemberdayaan membuat karyawan merasa bebas sekaligus memiliki tanggung jawab untuk bekerja secara kolaboratif, mampu memprakarsai perubahan, dan berpartisipasi dalam pembuatan serta implementasi strategi bagi kemajuan organisasi secara keseluruhan. Perubahan membutuhkan pemikiran ulang atas peran, proses, nilai, serta penghapusan kendala yang memisahkan antar satu departemen dengan yang lain sehingga semua orang dapat mempertukarkan informasi dan bekerja sama. Dalam proses, pertukaran informasi sering kali melibatkan perubahan budaya dan struktur yang memungkinkan membangun inisiatif perubahan yang muncul dari bawah. Organisasi pembelajaran secara simultan mencakup dua tipe rencana perubahan: perubahan operasional yang berlandaskan upaya untuk memperbaiki tugas dan proses dasar organisasi dalam berbagai area; dan perubahan transformasional yang melibatkan penataan ulang dan perubahan secara total (Broersma, 1995).

Perubahan organisasi merupakan proses yang dilakukan melalui rencana dengan melakukan pengamatan terhadap kecenderungan dan tuntutan eksternal. Model perubahan yang dinamis adalah adalah model yang komprehensif dan melibatkan semua elemen yang dimiliki. Terdapat empat aktifitas pembentuk rangkaian perubahan (Daft, 2000): (1) Adanya kekuatan eksternal dan internal bagi perubahan, (2) Manajer organisasi memonitor kekuatan yang dimaksud dan menyadari kebutuhan akan perubahan, (3) Manajer memprakarsai perubahan, dan (4) Implementasi.

Cara penanganan masing-masing aktifitas tersebut tergantung pada organisasi dan manajerial. Faktor  eksternal dan internal merupakan pendorong kebutuhan pembaruan. Kebutuhan manajemen untuk melakukan perubahan dapat muncul jika manajemen merasakan adanya kesenjangan kinerja yaitu kesenjangan antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan. Untuk memicu perubahan, manajemen perlu menciptakan sense of urgency agar karyawan memahami bahwa organisasi harus berubah (Poerwanto, 2008).

Sebagai sebuah proses, tindakan perubahan harus selalu mengarah pada masa depan dan dilakukan melalui berbagai tahapan sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, tujuan organisasi. Terdapat 8 tahap untuk menciptakan perubahan. Tahap tersebut adalah Kotter (1996): (1) menetapkan makna urgensi, (2) membentuk koalisi pengarah, (3) mengembangkan visi dan strategi, (4) mengomunikasikan visi perubahan, (5) memberdayakan banyak orang untuk melakukan tindakan, (6) menghasilkan keuntungan jangka pendek, (7) pencapaian dan menghasilkan lebih banyak perubahan, dan (8) melembagakan pendekatan baru dalam kultur organisasi

Tahap 1-5 dalam proses transformasi membatu mencairkan status quo yang sudah mapan. Kemudian tahap 5-7 memperkenalkan banyak praktik baru dan tahap 8 sebagai landasan perubahan dalam kultur organisasi dan membantu menjadikannya mengakar. Terdapat 2 kebutuhan perubahan yaitu inisiasi atau prakarsa dan implementasi. Setelah kebutuhan akan perubahan dirasakan, dipahami dan dikomunikasikan, bagian berikutnya adalah memprakarsai perubahan dengan menemukan ide atau pola baru yang dapat memenuhi kebutuhan perubahan organisasi (Poerwanto, 2008).

 

Oleh:

Nicholas Simarmata, M.A.

 

PUSTAKA

Broersma, T. (1995). In Search of the Future. Training and Development. January. Halaman 38-43.

Daft, R.L. (2000). Management. New York: Harcourt Inc.

Kotter, J.P. (1996). Leading Change. Harvard Business School Press.

Meyerson, D. (2001). Radical Change, the Quiet Way. Harvard Business Review.

Poerwanto. (2008). Budaya Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ISBN: 978-979-1277-90-7.

Related Blog

Leave a CommentYour email address will not be published.