“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri.”
Pramoedya Ananta Toer
Kalimat diatas menandaskan bahwa keutamaan dari hidup adalah kerja. Namun kerja semata-mata bukan hanya untuk hidup saja melainkan juga untuk menghidupi. Artinya dimensi kerja tidak hanya masalah personal namun juga relasional. Kerja berfungsi agar diri kita bisa tumbuh dan berkembang baik dari segi fisik maupun psikologis. Sekaligus juga kerja menjadi sarana untuk membantu dan memberdayakan orang lain sebagaimana layaknya manusia adalah mahluk sosial. Di dalam kerja, ada motif atau semangat yang melatarbelakanginya yang disebut sebagai etos kerja. Etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran diri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Etos kerja mempunyai dasar dari nilai budaya yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja masing-masing pribadi (Pelly, 1992). Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujud-nyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003). Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dan dirinya maupun antara manusia dan mahluk lainnya dapat terjalin dengan baik (Tasmara, 2002). Fungsi etos kerja antara lain sebagai pendorong timbulnya perbuatan, penggairah dalam aktivitas, penggerak, seperti mesin bagi mobil (Rusyan, 1989).
Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti berikut ini (Tumanggor & Sudaryanto, 2017): (1) Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin; (2) Menghargai waktu, dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efisien dan efektivitas bekerja; (3) Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan; (4) Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat ke depan; dan (5) Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Berikut ini contoh etos kerja dari beberapa bangsa di dunia (Syaifullah, 2015)*; (1) Amerika. Orang Amerika bekerja keras sungguh-sungguh dan terus-menerus. Mereka terbiasa bekerja cepat untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Mereka tidak akan membiarkan diri mereka terhenti. Menoleh saja tidak karena takut didahului yang lain. Mereka tidak akan membiarkan itu terjadi sehingga kemalasan merupakan musuh utama mereka; (2) Eropa (Contohnya Jerman). Karaktristik budaya Jerman adalah bersikap monokronik terhadap penggunaan waktu, misalnya hasrat menyelesaikan serangkaian tindakan sebelum memulai tindakan lain; keyakinan yang kuat bahwa mereka adalah negosiator yang jujur dan terus terang; dan cendrung bersikap lugas dan menyampaikan ketidaksetujuan secara terbuka daripada menunjukkan kesopanan atau diplomasi. Dalam keseriusan mereka, mereka berusaha keras untuk menjadi warga yang patuh dan yang tidak membuat masalah. Di negara yang ramai ini, tekanan untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat umum memang sangat kuat. Orang Jerman tidak ingin dipandang sebagai orang yang tidak konvensional atau tidak lazim. Mereka tidak berhasrat untuk menjadi eksentrik (seperti orang-orang Inggris, Perancis atau Amerika). Orang Jerman berusaha untuk tidak membuat kesalahan dan biasanya berhasil. Orang Jerman suka keadilan dan mereka sering melakukan sesuatu untuk menunjukkan betapa adilnya mereka; (3) Jepang. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitasnya tinggi. Berkat budaya kerjanya itu maka mereka bisa menjadi bangsa yang tingkat ekonominya sejajar dengan negara-negara maju di Eropa dan Amerika. Etos kerja ini memiliki peranan penting atas kebangkitan ekonomi jepang, terutama setelah kekalahan Jepang diperang dunia kedua; (4) Cina. Bangsa China adalah bangsa yang mempunyai etos kerja tinggi dan pekerja keras. Dalam satu hari, orang China mampu bekerja selama 11 jam. Perhatikan orang Cina yang buka toko. Pada pukul 06.00 dia sudah membuka toko dan tutup menjelang Maghrib, kemudian malam harinya, dia totalan. Jadi waktu yang tersisa itu hanya digunakan untuk tidur atau untuk keperluan yang berkaitan dengan usaha dagangnya; (5) Singapura. Etos kerja warga Singapura pun tinggi. Derap langkah mereka cepat, apalagi saat berangkat kerja. Kemudian warga Singapura terlihat sangat mendayagunakan energinya untuk bekerja. Di Singapura, orang lanjut usia pun masih bekerja untuk membuktikan bahwa tenaga mereka masih berguna; (6) Arab. Tidak dapat dipungkiri bahwa pedagang Arab merupakan salah satu pedangang yang sangat handal. Hal inilah yang menjadikan bangsa Arab memiliki kekayaan yang melimpah; dan (7) Korea Selatan. Pekerja Korea Selatan terkenal akan etos kerja mereka yang tinggi. Etos kerja yang tinggi tersebut telah mengantarkan Korea Selatan dapat berdiri sejajar dengan raksasa ekonomi dunia seperti Jepang, Cina, dan Amerika. Kunci di balik kesuksesan Korea Selatan dapat diamati secara jelas melalui etos kerja Sinbaram yang sudah menjadi bagian dari nilai yang mereka anggap ideal dalam menjalani kehidupan. Etos kerja inilah yang pada akhirnya menjadi karakteristik dari masyarakat Korea Selatan dan terus mereka pertahankan sebagai nilai dan budaya yang ideal (Ariani, 2013).
Berikut ini merupakan cara menumbuhkan etos kerja (Tumanggor & Sudaryanto, 2017): (1) Menumbuhkan sikap optimis yaitu mengembangkan semangat dalam diri, memelihara sikap optimis yang telah dipunyai, memotivasi diri untuk bekerja lebih baik; (2) Menjadi diri sendiri yaitu melepaskan impian dan meraih cita-cita yang kita harapkan; (3) Keberanian untuk memulai yaitu jangan membuang waktu dengan hanya bermimpi, jangan takut untuk gagal, dan merubah kegagalan menjadi sukses; dan (3) Kerja dan waktu yaitu menghargai waktu (tidak akan pernah ada waktu yang terulang) dan jangan cepat merasa puas.
Dari paparan diatas tampak bahwa etos kerja mempunyai peran yang sangat penting bagi pertumbuhan dan kedewasaan individu hingga kemajuan bangsa dan peradaban dunia. Etos kerja berkontribusi terhadap perilaku kerja yang positif dan konstruktif. Dengan etos kerja maka hal ini digunakan untuk mencapai tujuan yang baik dan dengan cara yang baik pula. Sehingga agar masing-masing individu bisa secara aktif dan progresif mengambil peran dan menyumbang kebaikan kepada masyarakat, bangsa, dan dunia, maka pertanyaan yang perlu ditanggapi dan dijawab adalah, “Apa etos kerja kita?”
Oleh:
Nicholas Simarmata, S.Psi., M.A.
*Sejauh yang penulis ketahui, belum ada buku kumpulan etos kerja berbagai bangsa di dunia. Jika pembaca ada yang mengetahui, silakan sampaikan di kolom komentar. Terima kasih.
Pustaka:
Ariani, D.S. (2013). Etos Kerja Sinbaram di Kalangan Pekerja Korea Selatan. Makalah Non Seminar. Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea. Fakultas Ilmu Budaya. Depok: Universitas Indonesia.
Pelly, U. (1992). Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Dikti.
Rusyan, A.T. (1989). Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remadja Karya.
Sinamo, J. (2003). 8 Etos Kerja Profesional. Jakarta: Institut Dharma Mahardika.
Syaifullah, S. (2015). Etos Kerja Berbagai Bangsa. http://technoz-blog.blogspot.com/2015/06/etos-kerja-berbagai-bangsa.html. Diakses 8-8-2020.
Tasmara, T. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani.
Tumanggor, R.O. & Sudaryanto, C. (2017). Pengantar Filsafat untuk Psikologi. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius. ISBN: 978-979-21-5456-6.