APA SIH SALAHNYA TELITI?

Saya pribadi merasa cukup beruntung karena di beberapa kali kesempatan, saya bisa menjadi “tong sampah” alias pendengar curhatan atau cerita orang, entah teman lama atau bahkan orang yang baru saja saya kenal. Tidak mudah memang menjadi pendengar cerita karena harus menyediakan waktu, pikiran, telinga, dan hati untuk bisa menjadi pendengar aktif. Artinya tidak hanya “masuk telinga kanan, keluar telinga kiri”. Atau bahkan “masuk telinga kanan, keluar telinga kanan” alias mental atau sebenarnya tidak mendengarkan. Namun bagi saya, ada hal yang bisa saya maknai dari cerita yang saya dengarkan. Salah satunya adalah tentang “teliti”.

Jika kita ditanya, “Apa sih susahnya teliti?”. Bisa saja spontan kita menjawab, “Ya memang susah. Siapa bilang mudah?!”. Dengan jawaban ini maka kita seperti punya alibi atau dalih untuk tidak teliti. Namun jika pertanyaannya diganti menjadi seperti judul tulisan ini maka saya yakin sebagian besar akan menjawab, “Ya tidak ada yang salah jika teliti”. Nah, jika sudah demikian maka pertanyaan lanjutannya adalah, “Lalu mengapa kita malas atau enggan atau lupa untuk teliti?”. Jika kita masih menjawab dengan jawaban, “Ya memang susah. Siapa bilang mudah?!” maka hal ini membuat kita tidak akan pernah beranjak menjadi manusia yang berkualitas baik. Kenapa? Karena teliti bukan masalah susah atau mudah. Teliti adalah masalah kebenaran yang harus dijalankan. Mengapa? Ya karena tidak ada yang salah dengan teliti dan tidak ada salahnya kita teliti. Kira-kira demikian benang merah yang saya dapatkan dari beberapa curhatan berikut ini kepada saya.

“Saya pernah tuh masuk ke toilet umum. Lalu pas saya menginjak lantainya, saya terpeleset. Saya jatuh dan luka memar di kaki. Sakit sekali rasanya. Saya heran, apa sih susahnya mengecek kembali ubin WC yang dipasang dengan menyiram air?! Kan itu hal mudah. Karena dengan bantuan air, kita akan tahu suatu permukaan itu rata atau tidak. Jika masih ada genangan, berarti permukaan lantai WC belum rata atau belum miring ke arah lubang pembuangan air. Sehingga jika ada air di lantai WC maka berarti air itu belum mengalir ke lubang pembuangan air. Hal ini berakibat adanya genangan air yang membuat lantai WC basah dan licin serta lembab”

“Saya pernah dengar selentingan dari bawahan saya. Katanya kalau saya memeriksa laporan kerja, sampai titik koma aja dibaca,  diperhatikan, dan dikoreksi. Lah, saya kan sedang menjalankan pekerjaan saya dengan serius dan sungguh-sungguh dalam hal itu. Saya bukan sedang mencari-cari kesalahan. Justru ketika saya seperti itu, berarti saya memberikan tindakan konkret kepada bawahan bahwa bekerja di dalam kebersamaan untuk menjalankan organisasi tidak boleh main-main!”.

“Saya beberapa kali ngalamin hal yang sama tuh. Beda penjual dan jualan, tapi kayak ada pola kesamaannya. Setiap kali saya pesen sesuatu, saya selalu bilang ke penjualnya, “Mas, saya nggak pake ini, ini, dan ini sambil saya tunjuk barang yang saya maksud”. Dan penjualnya bilang, “Ya”. Karena dia sudah bilang “ya” maka saya pikir dia paham dan ngerti dengan pesanan saya. Tapi ee……. begitu pesanan datang, isinya tidak sesuai yang saya bilang tadi. Dongkol dan jengkel banget saya. Mau makan malah yang ada jadi emosi. Pernah saya minta ganti dengan yang baru. Tapi kalau kejadian itu terulang lagi, entah di tempat yang sama atau berbeda, ya tetep aja sebel. Rasanya pengen saya jewer telinganya si penjual. Bilang ya, tapi tidak dilaksanakan. Karena tidak ingin kejadian yang sama terulang lagi, pernah setelah saya pesen, saya tongkrongin penjualnya ketika meracik pesanan saya. Tapi lagi-lagi, di depan mata saya aja, masih aja ada pesanan saya yang tidak dilakukan. Kan nggak mungkin juga sayanya yang harus meracik sendiri pesanan saya. Itu namanya saya bukan pembeli. Tapi alih profesi jadi penjual. Enak aja…. Masak saya yang bayar, saya yang kerja…!

Dari sekelumit cerita diatas maka kita bisa menyimpulkan bahwa teliti itu tidak hanya perlu bagi kepentingan dan kebutuhan diri kita sendiri, namun juga untuk orang lain. Kepentingan dan kebutuhan ini bisa dalam konteks pribadi atau privasi maupun publik atau umum. Utamanya ketika dalam interaksi pelayanan. Sebab disitulah sebenarnya inti pentingnya dari perilaku kerja.

 

Apa Sih Teliti Itu?

Teliti merupakan salah satu aspek yang dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan dan menjalani aktivitas sehari-hari. Teliti adalah sikap manusia yang cermat, seksama, hati-hati, dan tidak ceroboh dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam bekerja, belajar maupun aktivitas lainnya. Sikap ini membuat manusia menjadi manusia yang cermat dan berhati-hati dalam segala hal (Karina, 2016). Teliti adalah cermat atau seksama, berhati-hati, penuh perhitungan dalam berpikir dan bertindak, serta tidak tergesa-gesa dan tidak ceroboh dalam melaksanakan kegiatan (Mokhdanil, 2016).

Teliti merupakan salah satu syarat bagi terbentuknya karakter yang kuat. Orang yang teliti adalah orang yang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi sehingga sangat berhati-hati dalam menjalankan tugas. Teliti perlu dimiliki oleh setiap orang sehingga ketika ingin melakukan apapun atau memutuskan sesuatu selalu memikirkannya lebih hati-hati dan tidak gegabah dalam bertindak dan mengambil keputusan. Teliti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “cermat, seksama, dan hati-hati dalam mengerjakan sesuatu”. Orang yang teliti ditunjukkan dengan cermat, penuh minat, dan berhati-hati dalam menjalankan sesuatu agar tidak terjadi kesalahan. Orang yang teliti selalu sabar dan tidak asal cepat dalam mengerjakan sesuatu. Teliti sangat diperlukan untuk suksesnya pekerjaan yang dilakukan sebab teliti merupakan sikap positif yang harus dimiliki seseorang (Megawati, 2018).

Teliti adalah cermat atau seksama, berhati-hati, penuh perhitungan dalam berpikir dan bertindak, serta tidak tergesa-gesa dan tidak ceroboh dalam melaksanakan kegiatan. Teliti mengandung arti waspada dan jeli, serta berhati-hati di setiap perbuatan yang dilakukan. Seseorang dapat mencapai hasil yang memuaskan jika teliti dalam setiap pekerjaanya (Dikusumah, 2016).

 

Ngapain Kita Harus Teliti?

Dalam kehidupan sehari-hari kita diharuskan untuk teliti karena manfaat dari teliti yaitu (Mokhdanil, 2016); (1) Terhindar dari kesalahan atau kekeliruan dalam melakukan sesuatu, (2) Terhindar dari sifat buruk sangka terhadap orang lain. Maksudnya adalah orang yang teliti, ketika menghadapi kegagalan, tidak cepat-cepat menyalahkan orang lain, (3) Meningkatkan kesempurnaan setiap pekerjaan. Orang yang teliti tidak suka menyelesaikan pekerjaan dengan setengah-setengah, dan (4) Terhindar dari penyesalan akibat kegagalan yang disebabkan ketergesa-gesaan.

 

Gimana Caranya Agar Teliti?

Supaya terbiasa teliti atau cermat dalam melakukan sesuatu maka kita bisa melakukan beberapa hal berikut; (1) Biasakan rapi dan teratur dalam mengerjakan sesuatu, (2) Lakukan check and recheck sebelum memutuskan suatu masalah, (3) Sebaiknya hati-hati dalam segala hal, (4) Biasakan menyenangi ketertiban (Megawati, 2018), (5) Bersikap waspada artinya suatu sikap mawas diri terhadap hal-hal yang membahayakan baik bagi dirinya maupun orang lain, dan (6) Besar perhatian artinya senantiasa mencurahkan perhatian terhadap sesuatu yang sedang dihadapinya (Dikusumah, 2016).

 

Apa Salahnya Teliti?

Karena tidak ada salahnya untuk teliti maka sebaiknya dan bahkan seharusnya kita teliti. Teliti tidak hanya ketika kita berbuat atau bertindak saja, tapi bahkan teliti perlu juga ketika kita berpikir dan berafeksi. Artinya teliti tidak hanya dalam pola tindak, tapi juga perlu dalam pola pikir dan pola rasa. Dengan teliti maka kita selalu mawas diri dan mengecek kembali apakah yang kita pikir, kita rasa, dan kita buat sudah seperti yang semestinya dan seharusnya. Jika pola ini sudah terinternalisasi dalam diri kita maka teliti bukan lagi menjadi suatu beban melainkan menjadi suatu kebiasaan. Hal ini sangat relevan dengan yang dikatakan oleh Lao Tzu yaitu “Perhatikan pikiran Anda, dia akan menjadi kata-kata. Perhatikan kata-kata Anda, dia akan menjadi tindakan. Perhatikan tindakan Anda, dia menjadi kebiasaan. Perhatikan kebiasaan Anda, dia menjadi karakter. Perhatikan karakter Anda, itu akan menjadi takdir Anda”

 

Oleh:

Nicholas Simarmata, S.Psi., M.A.

 

Referensi

Dikusumah, A.S. (2016). Penggunaan Model Discovery Learning Untuk Menumbuhkan Sikap Rasa Ingin Tahu Dan Teliti Serta Meningkatkan Nilai Hasil Belajar Pada Pembelajaran Tematik. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Pasundan.

Karina, A. (2016). Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Ketelitian Dan Rasa Ingin Tahu Serta Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Matematika. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Pasundan Bandung

Megawati, N. (2018). Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Dan Sikap Teliti Subtema Pelestarian Kekayaan Sumber Daya Alam Di Indonesia. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Pasundan.

Mokhdanil. (2016). Penerapan Model Discovery Learning Untuk Menumbuhkan Rasa Percaya Diri dan Teliti dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Pasundan Bandung.

Related Blog

Leave a CommentYour email address will not be published.