(Sumber: http://full-lyrics.blogspot.com/2007/09/mars-slank.html. Diakses 16-8-2020)
Tulisan ini saya sengaja untuk diawali oleh lirik lagu dari band Slank yang berjudul Mars Slank. Saya sama sekali bukan dan tidak bertujuan untuk mempromosikan lagu ini atau band ini. Atau misalnya saya di-endorse oleh band ini. Sama sekali bukan. Tetapi saya pribadi justru mau berterima kasih kepada band Slank karena telah menciptakan lagu ini dimana lirik lagu ini, paling tidak atau minimal, mengingatkan saya untuk kembali memahami apa sebenarnya hakikat kerja.
Definisi Kerja
Kerja merupakan sebuah kata benda yang bermakna kegiatan melakukan sesuatu; sesuatu yang dilakukan (diperbuat); sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian (Kamus Bahasa Indonesia, 2008). Kerja menyatu dengan keberadaan manusia. Kerja tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kerja adalah wadah bagi pembentukan diri manusia dalam membangun dunianya. Kehidupan manusia tercermin pada pekerjaan dan hasilnya. Tanpa kerja manusia tidak hidup dan dunia tidak akan terbentuk (Sihotang, 2009).
Tidak semua aktivitas bisa dinyatakan sebagai kerja atau pekerjaan. Melalui tiga faktor yang diperlihatkannya, H Arvon (Schumacher, 2008) membantu kita untuk menilai apakah kegiatan dapat disebut kerja atau tidak. Ketiga faktor itu adalah sebagai berikut; (1) Keterlibatan dimensi subjek secara intensif. Dimensi subjek adalah pikiran, kehendak dan kemauan serta kebebasan. Pekerjaan tidak dilakukan dengan asal-asalan, melainkan sungguh-sungguh melibatkan totalitas diri subjek. Ia memikirkan startegi pencapaian hasilnya, merencanakan pengembangannya, menentukan keputusan atas hasil yang dicapainya, memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Ia bekerja dengan melibatkan cita, karsa, dan rasa. Kegiatan yang tidak melibatkan potensi internal subjek ini seperti mandi, atau makan atau jalan-jalan, tidak kita sebutkan sebagai kerja atau pekerjaan. (2) Hasil yang bermanfaat. Kerja selalu membawa hasil yang berguna. Kegiatan yang dilakukan tanpa membawa hasil yang bermanfaat, entah jangka panjang atau pendek, tidak bisa disebut kerja atau pekerjaan. (3) Mengeluarkan energi. Kerja itu memerlukan tenaga. Orang selalu membutuhkan kekuatan agar bisa bekerja. Karena memerlukan tenaga, maka kerja atau pekerjaan selalu melelahkan. Berdasarkan faktor ini, aktivitas santai atau tanpa menguras tenaga tidak bisa dianggap sebagai kerja atau pekerjaan. Kerja justru menghabiskan energi.
Kerja atau pekerjaan merupakan segala kegiatan yang direncanakan, yang melibatkan pikiran dan kemauan yang sungguh-sungguh serta memiliki tujuan yang ingin dicapai (Magnis-Suseno, 1987). Di dalamnya dimensi spiritual dan material dilibatkan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat (Mondin, 1985).
Dua Elemen Kerja (Sihotang, 2009)
Dua elemen penting apabila kegiatan disebutkan sebagai kerja atau pekerjaan. Kedua elemen itu adalah elemen subjek dan elemen objek. Elemen subjek adalah potensi atau kekuatan yang melekat di dalam diri manusia. Elemen ini meliputi pikiran, keinginan, hati, kebebasan, kehendak dan kemampuan. Manusia memikirkan bagaimana harus melakukan pekerjaan dan mencapai hasilnya. Ia merancang program kerja serta membuat target. Ia ingin maju melalui pekerjaan, dan menghendaki pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minat. Kerja merupakan wadah perwujudan cipta, karsa dan rasa.
Elemen objek merupakan sarana pendukung untuk merealisasikan pikiran, rencana serta kehendaknya. Selain elemen subjek, manusia membutuhkan sarana pendukung untuk merealisasikan pikiran, kemauan dan rencananya. Elemen ini berupa materi seperti sarana yang digunakan dalam bekerja.
Dua elemen tersebut sangat penting dalam kerja. Orang tidak bisa bekerja dengan baik kalau dia tidak memiliki alat yang mendukung pekerjaannya. Tanpa menyertakan pikiran, kehendak dan kemauan maka pekerjaan tidak akan bermutu dan menghasilkan sesuatu yang baik. Kerja atau pekerjaan merupakan hasil kombinasi dari elemen subjek dan elemen objek.
Tiga Dimensi Kerja (Sihotang, 2009)
Dimensi personal
Kerja manusia memiliki nilai lebih karena di dalamnya manusia mengungkapkan dirinya secara nyata. Ia berkembang dan menjadi pribadi justru di dalam pekerjaannya. Bagi manusia, pekerjaan merupakan ruang untuk menyatakan diri secara total. Ia menuangkan pikiran, menyertakan perasaan, dan kehendak di dalamnya. Melalui pekerjaan, ia memiliki harapan akan masa depan, mewujudkan cita-citanya. Disinilah kita lihat terungkap nilai personal kerja atau pekerjaan.
Melalui kerja atau pekerjaan, bahkan manusia menunjukkan nilai kemanusiaannya. Inilah yang dimaksudkan bahwa kerja sebagai ungkapan pribadi. Dengan bekerja, manusia membuktikan diri sebagai manusia. Ia tidak ditaklukkan oleh kekuatan alam atau materi, tetapi menaklukan sesuai dengan kemauannya. Manusia menjadi tuan di dunia. Melalui kerja, manusia mengungkapkan diri. Kerja adalah tindakan penyataan diri manusia. Kerja adalah proses subjektivikasi setiap individu. Kerja tidak tergantikan oleh siapapun. Kerja adalah ungkapan dari keunikan serta totalitas diri dari setiap pribadi.
Melihat pelibatan diri secara total itulah kerja atau pekerjaan merupakan realisasi diri manusia. Di dalam pekerjaan manusia melibatkan kebebasan, spontanitas serta keistimewaan hidup yang dimilikinya. Ia sekaligus mentransformasikan diri dalam karya yang dihasilkannya, dan mengambil kemanusiaan untuk pemenuhan dirinya. Kerja tidak saja memperlihatkan aspek fisik, tetapi juga melibatkan aspek psikis. Kepuasan dimensi psikis ini merupakan nilai tertinggi dari aktualisasi diri manusia. Melihat dimensi personal inilah kerja merupakan hak asasi manusia, karena melekat dalam tubuh manusia. Kerja adalah milik dari setiap pribadi.
Dimensi sosial
Manusia adalah “hidup bersama dengan orang lain” (Heidegger, 1993). Hidup manusia merupakan keterlemparan bersama dengan orang lain. Ada manusia adalah ada bersama dengan orang lain. Gagasan ini mengandung makna bahwa apapun yang dilakukan manusia selalu melibatkan orang lain. Ini adalah kodrat mendasar manusia. Keterlemparan justru membuat manusia harus melakukan sesuatu sebagai tanda tanggung jawabnya terhadap orang lain. Kerja tidak bisa terlepas dari bingkai sosialitas. Kerja tidak saja merupakan wadah penyataan diri, melainkan juga sarana perwujudan kepedulian setiap pribadi kepada orang lain.
Setiap orang bekerja tidak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain. Hasil karya serta cita-citanya selalu dapat dinikmati oleh orang lain. Kepuasan kerja tidak hanya bisa dinikmati oleh pekerja sendiri, tetapi juga dapat dirasakan oleh orang lain, bahkan oleh mereka yang hidup pada jaman yang berbeda.
Dimensi sosial kerja tidak hanya terletak pada hasilnya dirasakan oleh masyarakat pada waktu dan tempat tertentu, melainkan juga menghubungkan manusia yang hidup pada waktu yang berbeda. Kerja atau pekerjaan sekaligus bermakna historis. Melalui pekerjaannya, manusia menyejarah. Pekerjaan menjadi ikatan antara manusia dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Setiap generasi mewariskan apa yang dikerjakannya kepada generasi berikutnya. Generasi berikutnya dengan pekerjaan yang baru terus menambah atau membaharui warisan itu.
Pekerjaan merupakan jembatan antara umat manusia dari satu jaman ke jaman berikutnya. Inilah yang membuat manusia dapat mengenal sejarah masa lalunya. Karena aspek historis ini, pekerjaan justru menyatukan semua umat manusia dari waktu ke waktu, dari jaman ke jaman sebagaimana dikatakan oleh Paus Pius IX (1792-1878). Umat manusia disatukan sebagai satu komunitas umat manusia melalui kerja.
Dimensi etis
Aspek etis ini justru memiliki posisi vital karena aspek ini akan membuat pekerjaan bermakna baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dimensi etis menandakan bahwa kerja berkaitan dengan nilai moral. Nilai ini justru landasan vital untuk mewujudkan dimensi personal dan dimensi sosial kerja. Di era modern ini, nilai etis bahkan mendapat perhatian serius dalam pekerjaan, misalnya dalam kegiatan bisnis (Bertens, 2000). Itu berarti dalam bekerja, orang tidak boleh merusak atau merugikan orang lain. Setiap pekerjaan memuat nilai kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.
Nilai etis yang dituntut dalam bekerja yaitu; (1) Keadilan. Dalam bekerja, setiap pribadi memiliki kewajiban untuk menghargai hak dari orang lain. Merampas pekerjaan orang lain adalah tindakan yang bertentangan dengan keadilan. Keadilan merupakan moralitas jiwa yang mampu menjaga keseimbangan (Rapar, 2002). (2) Tanggung jawab. Kerja juga bermakna sosial. Makna sosial mengandung tuntutan tanggung jawab terhadap orang lain. Kepedulian terhadap hidup orang lain menjadi tuntutan moral yang mendasar dalam pekerjaan. Kepedulian ini terkait dengan manfaat tindakan terhadap orang lain. Dalam bekerja, seseorang tidak saja memikirkan manfaat yang didapatkan dalam pekerjaan bagi dirinya, tetapi juga menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bekerja tanpa kepedulian kepada orang lain akan membuat “dunia gelap gulita” (Schumacher, 2008).
Adam Smith menyatakan bahwa setiap tindakan pribadi, termasuk tindakan pelaku ekonomi, harus dilihat sebagai ungkapan simpati pada orang lain. Simpati ini sudah melekat di dalam diri manusia. Karena itulah bagi Adam Smith, kegiatan ekonomi tidak saja bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya, melainkan juga mewujudkan kepedulian setiap pribadi pada orang lain. Kepedulian itu berbentuk kemauan menyediakan kebutuhan orang lain. Ini merupakan wujud tanggung jawab terhadap orang lain dalam pekerjaan (Dua, 2008). (3) Kejujuran. Kejujuran merupakan nilai moral lain yang dituntut dalam pekerjaan. Prinsip ini merupakan keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki oleh seorang pekerja. Orang yang memiliki kejujuran tidak akan menipu orang lain.
Dengan mempertimbangkan elemen kerja yaitu elemen subjek dan elemen objek serta dimensi kerja yaitu personal, sosial, etis maka kita semakin memahami bahwa hakikat manusia adalah kerja. Kerja tidak hanya dimaknai sempit hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi individu saja, melainkan kerja bisa bermakna luas yaitu untuk membantu orang lain serta berkontribusi terhadap tatanan dan peradaban dunia.
Oleh:
Nicholas Simarmata, S.Psi., M.A.
PUSTAKA
Bertens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Dua, M. (2008). Filsafat Ekonomi: Upaya Mencari Kesejahteraan Bersama. Yogyakarta: Kanisius.
Heidegger, M. (1993). Being and Time. Oxford: Basil Blackwell.
Kamus Bahasa Indonesia. (2008). Pusat Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-689-779-1.
Magnis-Suseno, F. (1987). Etika Politik. Jakarta: Gramedia.
Mondin, B. (1985). Philosophical Antrophology: Man, An Impossible Project? Roma: Pontificial University Urbana.
Rapar, J.H. (2002). Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Agustines, Machiavelli. Jakarta: Rajawali Press.
Schumacher, E.F. (2008). Kerja Bermartabat. Yogyakarta: Wacana Kreasi.
Sihotang, K. (2009). Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 978-979-21-2446-0.