PENILAIAN KAPASITAS ORGANISASI

The Resource-Based View (RBV) menekankan bahwa perspektif strategis dari organisasi hanya tergantung pada adanya sumber internal, aset, kapabilitas, dan kompetensi guna mencapai keunggulan bersaing (Wernerfelt, 1984; Barney & Clark, 2007). Aspek dinamik seperti inovasi, pembelajaran organisasi, kompetensi utama (Hamel & Prahalad, 1995) dan konsep kapabilitas dinamis (Davila, Epstein & Shelton, 2006) merupakan bidang utama penelitian dalam teori RBV. Kontributor utama dalam penelitian RBV berupaya untuk mengembangkan dan menerapkan konstruk utama dari teori dan praktik pemasaran seperti yang dikembangkan sebagai konsep kapabilitas (Day, 1994), orientasi pasar (Kohli & Jaworsky, 1990), pengetahuan (Glazer, 1993), aset berbasis pasar (Srivastava, Sheryani  & Fahey, 1998) dan sumber daya yang didukung oleh pasar (Hooley, Greenley, Cadogan & Fahy, 2005). Studi tersebut menggunakan istilah kompetensi, kapabilitas, sumber daya dan aset secara bergantian (Day, 1994; Gibbert, Golfetto & Zerbini, 2006; Hamel & Prahalad, 1994).

Kapabilitas didefinisikan sebagai kesatuan keterampilan kompleks dan proses pembelajaran yang dilatih melalui proses organisasional serta fungsi koordinasi di dalam organisasi untuk menggunakan aset organisasi. Kapabilitas berbeda dari aset karena kapabilitas tidak dapat memberikan nilai moneter. Istilah kapabilitas dibagi menjadi 3 proses yang berbeda yaitu (Day, 1994): (1) outside-out processes (masket sensing, customer linking, channel bundling dan technology monitoring), (2) inside-out (kapabilitas internal) dan (3) spanning processes (yaitu kebutuhan untuk mengintegrasikan kapabilitas inside-out dan outside-out). Organisasi dapat saja memiliki banyak kapabilitas yang memungkinkan mereka dapat menjalankan aktivitas pemasaran. Pemilihan kapabilitas yang unggul dapat memberdayakan organisasi untuk memenangkan persaingan. Hal ini disebut sebagai kapabilitas yang bersifat pembeda dan akan meningkatkan posisi nilai organisasi di pasar. Kapabilitas yang bersifat unik dan menjadi pembeda tidak mudah untuk dikembangkan serta sulit untuk ditiru.

Ketika kapabilitas pembeda yang paling berperan tersebut dipilih maka kapabilitas pembeda tersebut menjadi kompetensi utama organisasi. Kompetensi adalah seperangkat keterampilan dasar dan teknologi (Hamel & Prahalad, 1994). Kompetensi merupakan kemampuan organisasi untuk menghasilkan produk secara berulang yang baik langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan kapasitas organisasi untuk menciptakan nilai melalui transformasi dari input menjadi output (Grant, 1991). Kompetensi merupakan kapabilitas yang bersifat rutin yang jika dikombinasikan dengan aset organisasi akan memungkinkan organisasi untuk menghasilkan suatu pembeda (Day, 1994). Dalam konteks tersebut kapabilitas merupakan mekanisme dan proses dimana kompetensi baru dapat dikembangkan (Teece, Pisano, & Shuen, 1997).

Organisasi adalah entitas yang dinamis di dalam dunia yang selalu berubah yang dari waktu ke waktu selalu berusaha untuk memenuhi misinya melalui program serta tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. Struktur organisasipun ikut berkembang seiring perkembangan staf dan dewan pengarah organisasi. Dengan adanya beragam pengaruh lingkungan tersebut, baik dari dalam maupun dari luar maka pimpinan organisasi dihadapkan pada tantangan yang terus meningkat pada bagaimana beradaptasi dengan perubahan yang terus menerus berlangsung tanpa harus kehilangan arah dalam memenuhi misi organisasinya. Proses yang memungkinkan suatu organisasi dapat berhasil beradaptasi tersebut dikenal sebagai proses Perkembangan Organisasi. Proses penilaian kapasitas organisasi bukanlah hal yang baru dalam bidang pengelolaan organisasi nirlaba. Perkembangan organisasi adalah proses yang sering kali dilakukan oleh pakar atau konsultan yang berasal dari luar organisasi yang bersangkutan. Hal yang relatif baru adalah ide untuk melakukan penilaian kapasitas organisasi secara mandiri. Lembaga The Nature Conservancy telah mengembangkan instrumen untuk membantu organisasi menentukan tingkat perkembangan mereka berdasarkan 8 wilayah cakupan dasar organisasi. Dengan sedikit pengarahan dan instrumen yang tepat, Organisasi Non Pemerintah (NGO) dapat merefleksikan diri sendiri dan mengidentifikasi kekuatan serta kelemahan mereka sendiri sebagai sebuah organisasi. Penilaian secara mandiri, yang dilakukan oleh senior manager bersama dengan staf yang berhadapan langsung dengan masyarakat kemudian menjadi titik awal dari inisiatif untuk memperbaiki organisasi. Hasil akhirnya haruslah berupa sebuah rencana aksi yang mendeskripsikan secara mendalam pendekatan terbaik yang akan dilakukan untuk mencapai target memperbaiki organisasi. Baru kemudian dimungkinkan adanya rencana yang sangat komprehensif bagi perkembangan organisasi di masa yang akan datang dengan lebih memanfaatkan secara maksimal kekuatan yang dimiliki sendiri saat ini dan membatasi bantuan yang masih didapat pada saat ini. Dalam penilaian mandiri ini organisasi yang memperlihatkan keterbukaan untuk menilai diri sendiri dan untuk melakukan kritik yang membangun terhadap diri sendiri menunjukkan (Ernawan, 2011): (1) identifikasi prioritas organisasi yang lebih baik termasuk pula kelemahan atau kesalahan organisasi, (2) peningkatan atau perbaikan efektivitas organisasi dalam mencapai misinya, (3) meninjau atau melihat kembali efektivitas dari rencana strategis organisasi, (4) memperlihatkan tingkat profesionalisme yang lebih tinggi kepada para donor atau mitra lainnya, (5) memperbaiki prosedur dokumentasi dan pengembangan pengawasan organisasi berdasarkan tingkatan yang dicapai, (6) menggarisbawahi wilayah yang akan menjadi sasaran untuk dipelajari dan perbaikan organisasi, dan (7) meningkatkan kemampuan untuk menangani atau mengadakan kerjasama strategis.

Untuk memulai penilaian mandiri ini, organisasi harus memulai proses dengan menentukan tujuan spesifik dalam menggunakan instrumen penilaian dan menentukan bagaimana proses akan dijalankan serta siapa saja yang seharusnya terlibat. Akan jauh lebih efektif jika memanfaatkan jasa fasilitator yang berasal dari luar organisasi pada saat pertama kali melaksanakan penilaian secara mandiri. Fasilitator dapat membantu organisasi dalam merancang proses penilaian secara mandiri yang paling tepat untuk situasi spesifik organisasi yang bersangkutan. Keseluruhan fokus diarahkan pada diskusi yang luas mengenai tahapan perkembangan organisasi yang dicapai pada saat ini begitu pula dengan arah perkembangan organisasi di masa yang akan datang. Organisasi yang akan melakukan penilaian secara mandiri perlu menentukan siapa saja yang seharusnya terlibat dalam proses dan menentukan peran dari pelaku potensial yang berasal dari luar organisasi. Partisipasi yang luas dari luar organisasi akan memberikan informasi dan diskusi yang kaya. Partisipasi baik dari staf program dan staf administrasi, maupun partisipasi dari manajer senior dan staf yang berhadapan langsung dengan masyarakat, sangat penting dalam memahami kemampuan (kapasitas) organisasi sebenarnya. Tergantung dari besarnya Organisasi Non Pemerintah yang akan dinilai, partisipasi internal dapat mengikutsertakan seluruh staf dan anggota dewan pengarah, atau dibatasi pada sejumlah individu kunci yang merepresentasikan setiap bagian dari struktur organisasi yang ada. Partisipasi dari pihak luar akan berbeda pada setiap organisasi, mungkin ada yang mengikutsertakan sejumlah mitra penting mereka, sementara yang lainnya hanya mengikutsertakan satu atau dua pihak dari luar (Ernawan, 2011).

 

Oleh:

Nicholas Simarmata, M.A.

 

PUSTAKA

Barney, J.B. & Clark, D.N. (2007). Resource-Based Theory: Creating and Sustaining Competitive Advantage. New York: Oxford University Press.

Davila, T., Epstein, M.J. & Shelton, R. (2006). Profit Making Innovation. New Jersey: Warton School Publishing

Day, G.S. (1994). The Capabilities of Market-Driven Organizations. Journal of Marketing. Vol 58. Nomor 4.

Ernawan, E.R. (2011). Organizational culture: Budaya organisasi dalam perspektif ekonomi dan bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Gibbert, M., Golfetto, F. & Zerbini, F. (2006). What do we mean by “marketing” resources and competencies? A comment on Hooley, Greenley, Cadogan, and Fahey (JBR 2005). Journal of Business Research. Volume 59. Nomor 1. Halaman 148-151.

Glazer, R. (1993). Measuring the value of information: The information-intensive organization. IBM Systems Journal. Vol 32. No 1. Halaman 99-110.

Grant, R.M. (1991). The Resource-Based Theory of Competitive Advantage: Implications for Strategy Formulation. California Management Review. Volume 33. Nomor 3. Halaman 114-135.

Hamel, G. & Prahalad, C.K. (1994). Strategy as a Field of Study Why Search for a New Paradigm. Strategic Management Journal. Volume 15. Halaman 5-16.

Hooley, G.J.,Greenley, G.E., Cadogan, J.W. & Fahy, J. (2005). The Performance Impact of Marketing Resources. Journal of Business Research. Volume 58. Nomor 1. Halaman 18-27.

Kohli,  A.K. & Jaworski, B.J. (19990). Market Orientation: The  Construct, Research Propositions, and Managerial Implications. Journal of Marketing. Vol. 54. No.2. pp. 1-18. DOI: 10.2307/1251866.

Srivastava, R.K., Shervani, T.A. & Fahey, L. (1998). Market-Based Assets and Shareholder Value: A Framework for Analysis. Journal of Marketing. Volume 62. Nomor 1. Halaman 2-18.

Teece, D.J., Pisano, G., & Shuen, A. (1997). Dynamic Capabilities and Strategic Management. Strategic Management Journal. Volume 18. Nomor 7. Halaman 509-533.

Wernerfelt, B. (1984). A Resource-Based View of the Firm. Strategic Management Journal. Vol. 5, No. 2. pp. 171-180.

 

 

 

 

 

 

Related Blog

Leave a CommentYour email address will not be published.