Budaya organisasi sangat memengaruhi kinerja organisasi. Budaya organisasi perlu selalu disesuaikan dengan perkembangan yang dihadapi organisasi. Melakukan perubahan budaya organisasi sudah menjadi kebutuhan agar organisasi tetap eksis dan bertahan. Budaya organisasi sudah saatnya dilakukan perubahan apabila terdapat dua organisasi atau lebih yang mempunyai latar belakang berbeda itu bergabung dan timbul konflik berkepanjangan di antara kelompok yang berbeda yang mulai merusak kinerja. Budaya organisasi perlu diubah ketika organisasi dalam cara kerjanya telah menghalangi kesempatan untuk berubah. Perubahan budaya organisasi juga diperlukan dalam hal organisasi bergerak masuk ke dalam industri yang berbeda secara total dan cara dalam menjalankan sesuatu menghambat ketahanan organisasi. Penelusuran kebutuhan akan perubahan budaya organisasi harus dilakukan sejak awal karena proses perubahan budaya perlu waktu lama untuk mengahsilkan. Implikasi penundaan perubahan budaya organisasi dapat bervariasi yaitu (Uha, 2013): (1) rendahnya moral staf; (2) pergantian staf tinggi; (3) meningkatkan keluhan pelanggan; (4) kehilangan bisnis dan peluang; (5) rendahnya produktivitas; (6) lambatnya respon terhadap perubahan; (7) rusaknya kinerja organisasi; dan (8) perilaku dan praktik tidak sehat di tempat kerja.
Maka diperlukan langkah menuju perubahan organisasi dengan cara (Uha, 2013): (1) menetapkan visi yang jelas dan arah strategis, (2) mengembangkan pengukuran kinerja yang jelas, (3) tindak lanjut menuju pada pencapaian tujuan, (4) menghargai kinerja atas dasar keadilan, (5) menciptakan lingkungan kerja yang lebih terbuka dan transparan, (6) menghapuskan politik dalam organisasi, dan (7) mengembangkan semangat tim yang kuat melalui sejumlah nilai inti.
Untuk melakukan perubahan dalam budaya organisasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Uha, 2013): (1) Visi sebagai inspirasi. Budaya yang sukses dapat menerima lingkungan yang kompetitif dalam semua tingkat dimensi; individu, tim atau organisasi. Visi merupakan konsep yang sulit bagi banyak orang, bukan hanya bagi manajer. Visi memerlukan imajinasi kratif untuk memvisualisasikan menjadi sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari sekarang. Visualisasi tersebut merupakan inspirasi dari tujuan. Visi dapat menjadi inspirasi tentang tujuan yang hendak dicapai; (2) Manajemen perubahan kreatif. Perubahan yang kreatif adalah perubahan yang didukung oleh adanya inovasi dan inovasi yang berkembang cepat adalah dalam bidang teknologi. Inovasi teknologi dan pembagian kerja meningkatkan permintaan akan pengetahuan teknis pada semua tingkatan dan konsekuensinya orang harus lebih banyak berpikir daripada melakukan. Untuk mengatasi perubahan perlu melakukan menajemen perubahan; (3) Manajemen berbasis nilai. Kita cenderung berpikir tentang kreativitas sebagai menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang dalam dinamika pemasaran ada istilah memperbaiki terus-menerus dan revitalisasi produk dan jasa. Tetapi hal tersebut lebih bersifat pragmatis dan semacam kreativitas. Dalam terminologi manajemen, penciptaan nilai secara berkelanjutan akan menambah nilai bagi bisnis. Manajemen nilai adalah untuk memastikan bahwa strategi manajer dan pilihan manajemen memberikan dampak langsung pada kinerja bisnis dan nilai pasarnya; (4) Unsur pelaksana. Apapun sistem perbaikan budaya yang disarankan kepada manajer, yang penting adalah bagaimana memengaruhi unsur pelaksana yang berada di baris depan. Peningkatan moral, motivasi, dan kreativitas pekerja diharapkan mempunyai pengaruh bermanfaat pada unsur pelaksana. Dalam manajemen budaya, unsur pelaksana merupakan tujuan tertinggi. Budaya merupakan kunci memaksimumkan kinerja unsur pelaksana; (5) Transformasi kultural melalui keunggulan bisnis. Manajemen nilai budaya adalah merupakan arah manajemen untuk keunggulan bisnis. Kombinasi nilai pelayanan pelanggan dengan nilai karyawan berjalan baik dibawah potensi untuk perbaikan yang diusahakan oleh kepuasan pelanggan yang sudah ada dan survei kepuasan pekerja. Terdapat hubungan langsung antara manajemen nilai karyawan, manajemen nilai pelanggan, keunggulan kompetitif, dan kinerja garda depan. Organisasi hanya akan sebaik hasil yang dapat diberikan oleh orangnya; (6) Manajemen budaya menyederhanakan kompleksitas organisasi. Manajemen nilai budaya merupakan kunci keunggulan bisnis; dan (7) Portofolio manajemen budaya. Ada delapan bidang yang menjadi alat dan teknik manajemen budaya yang memberikan dukungan langsung atau tidak langsung dan dapat digunakan untuk meningkatkan kemajuan dalam mencapai keunggulan bisnis, yaitu: (a) ukuran budaya, (2) nilai pelayanan pelanggan, (3) nilai pekerja dan team building, (4) pengembangan personal, (5) pengembangan budaya kreatif dan inovatif, (6) budaya partnership, (7) manajemen perubahan, (8) nilai sosial, dan (9) menguasai perubahan budaya organisasi.
Budaya organisasi dapat dibuat dan diubah. Aspek dan pelajaran dapat diperoleh dari usaha perubahan budaya organisasi antara lain (Uha, 2013): (1) perubahan budaya organisasi yang efektif harus dimulai dengan perubahan pola piker, (2) organisasi yang sukses mempunyai budaya organisasi yang sejalan dengan visi, misi, strategi, tujuan, dan lingkungan, (3) untuk mencapai kredibilitas dan memperoleh komitmen orang, kebijakan, prosedur dan praktik harus konsisten dengan budaya baru, (4) untuk mendapatkan kembali budaya organisasi yang baik memerlukan rasionalitas yang kuat, (5) untuk memastikan terjadinya asimilasi budaya di seluruh organisasi, program perubahan budaya harus memanfaatkan berbagai mekanisme transmisi budaya, (6) untuk mencapai perubahan budaya yang mendalam dan berkelanjutan memerlukan pendekatan partisipatif, (7) komitmen dari pimpinan puncak adalah sangat penting untuk keberhasilan perubahan budaya, (8) untuk mempercepat perubahan budaya, perlu melibatkan pendapat pemimpin, (9) perlu diciptakan mimpi yang kuat dari budaya baru, dan (10) kenali dan perkuat keberhasilan perubahan lebih dini dan sering.
Dalam kegiatan organisasi, sosialisasi merupakan proses keorganisasian yang sangat dibutuhkan. Melalui jaringan sosialisasi organisasi, orang berusaha pertama kali untuk mencapai tingkat kinerja individu yang tinggi. Secara konseptual, sosialisasi budaya adalah proses yang dialami oleh anggota organisasi untuk menghargai tata nilai yang dapat mendorong untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Kegiatan utama sosialisasi budaya organisasi adalah berbeda-beda pada masing-masing organisasi, namun tujuannya tetap sama, yaitu mengintegrasikan dan menyatukan kepentingan individual dan kepentingan organisasi (Uha, 2013).
Dalam sosialisasi budaya organisasi dibutuhkan media yang sesuai dengan kebutuhan. Media organisasi mempunyai posisi strategis untuk mensosialisasikan perubahan, termasuk perubahan yang berkaitan dengan budaya organisasi. Media organisasi yang terbit secara periodik dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan perubahan yang sedang atau akan terjadi. Media organisasi bisa difungsikan untuk menginformasikan perubahan organisasi sehingga perubahan itu tersosialisasikan sejak awal. Langkah ini penting dilakukan terutama apabila timbul konsekuensi sejak dini sehingga akan sangat membantu setiap orang mempersiapkan diri menghadapi perubahan (Siregar & Pasaribu, 2000).
Perubahan juga bisa timbul karena pergantian anggota organisasi, misalnya pimpinan divisi atau pimpinan tim kerja atau bahkan tim kerja itu sendiri. Hal ini bisa dimaklumi karena gaya kepemimpinan seseorang bisa berbeda sesuai latar belakang, sosial budaya, dan pengalaman masing-masing. Menghadapai perubahan semacam itu, apakah itu anggota organisasi atau masyarakat binaan, dapat dipersiapkan dengan menyajikan profil kepribadian tentang personel baru tersebut. Adakalanya kondisi eksternal menyebutkan organisasi perlu melakukan penyesuaian lewat perubahan dengan merumuskan kembali langkah yang ditempuh. Mungkin produk organisasi mulai ditinggalkan karena tidak sesuai lagi dengan kondisi mutakhir maupun karena ada produk baru dari pesaing justru lebih menarik. Mungkin pula organisasi mengalami kesulitan finansial, menghadapi persoalan tagihan yang macet, atau tidak lagi mendapat dana dari lembaga penyandang dana. Akibatnya organisasi menghadapi masa sulit sehingga perlu diambil tindakan penyesuaian seperti penghematan dana. Kondisi semacam ini perlu sesegera mungkin dikomunikasikan sekaligus menjelaskan bagaimana setiap pihak diharapkan bersikap dan bertindak dalam kondisi dimaksud. Budaya organisasi mungkin saja tak perlu diubah tetapi ditafsirkan secara baru. Penafsiran baru ini dapat dituliskan dalam artikel lepas, kolom, editorial, atau surat terbuka yang ditulis oleh salah seorang pemimpin. Perubahan sudah tentu tidak perlu melahirkan kecemasan di dalam diri siapa pun asalkan sejak awal telah dijelaskan lewat uraian yang menggambarkan bahwa perubahan itu merupakan langkah terbaik bagi semua pihak. Kalau setiap pihak sejak dini dikondisikan untuk menghadapi perubahan sebagai sesuatu yang mau tidak mau pasti terjadi (Uha, 2013).
Oleh:
Nicholas Simarmata, M.A.
Pustaka
Siregar, A. & Pasaribu, R. (2000). Media Korporasi, Organisasi, Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta. Yogyakarta.
Uha, I.N. (2013). Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja: Proses Terbentuk, Tumbuh Kembang, Dinamika, dan Kinerja Organisasi. Jakarta: Kencana. ISBN 978-602-7985-33-9.